Just another tugas Pengantar Ilmu Sosial dari Bu Ratih tentang contoh kasus cyber bullying di Indonesia. Kenapa bukan Farhat Abbas? Simpel aja, karena saya terlalu letih dengan ulah bapak yang kelakuannya nggak-S3-banget itu. Here we go!
Belakangan ini, media sosial seakan kehilangan peran
positifnya sebagai alat untuk mempererat hubungan antar manusia. Berbagai kekerasan
dunia maya muncul dan mengintai para penggunan media sosial akibat kebebasan
berekspresi yang tampaknya telah disalah artikan oleh segelintir orang. Semua
pengguna leluasa menyampaikan aspirasinya kepada orang lain tanpa pandang bulu,
entah itu positif atau bahkan negatif. Kekerasan tersebut dapat berupa hinaan,
cacian, ancaman, fitnah, aksi hack
dan berbagai macam hal negatif lainnya tergantung motivasi dari pelakunya. Kekerasan
yang terjadi di dunia maya dikenal dengan istilah cyber bullying. Cyber
bullying adalah perilaku anti-sosial yang melecehkan ataupun merendahkan
seseorang baik dilakukan secara online seperti
email, instant messaging (IM), blog, media social dan halaman web atau melalui telpon seluler seperti
SMS, missed call yang kebanyakan menimpa anak-anak dan remaja.
Di Indonesia, cyber bullying ini telah marak terjadi di
kalangan masyarakat dengan berbagai tingkatan, mulai dari yang tidak kita
sadari seperti memposting foto memalukan milik teman hingga pembajakan akun
pribadi bahkan sampai dengan adanya tindak pemerasan dan terror pembunuhan.
Salah satu contoh nyata cyber bullying ini adalah aksi
yang dilakukan Luna Maya pada tahun 2009 silam melalui sosial media twitter
yang menghina bahkan merendahkan profesi awak media yang dalam hal ini pekerja
infotainment. Berikut tulisan Luna Maya melalui akun twitternya.
Tulisan tersebut langsung menuai protes besar oleh
pihak wartawan. R Priyo Wibowo, yang mewakili
teman-temannya didampingi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jaya melaporkan
Luna Maya ke Polda Metro Jaya atas dasar pencemaran nama baik.
Luna Maya
mengakui kesalahannya dengan kembali memposting status sebagai berikut:
Namun apadaya, komunikasi bersifat irreversible.
Itulah yang pantas untuk menggambarkan perbuatan Luna Maya ini. Apa yang telah ia
lakukan tidak akan mungkin dapat ditarik kembali. Komentar-komentar yang
bernilai positif dan negatif tertuju pada aksi Luna Maya. Ada yang menyesali
perbuatannya, ada juga yang tetap berpihak padanya. Terdapat beberapa kerugian
yang dialami Luna Maya pasca penghinaan yang ia lakukan, seperti pemutusan
kontrak oleh Manajemen Lux & PT. Unilever dan iklan-iklan lainnya.
Awalnya Luna Maya merasa terusik
atas segala pemberitaan yang sudah keterlaluan yang ditujukan padanya dan
mantan pacarnya, Ariel, atas kasus video
porno sebelumnya. Para wartawan tak henti-hentinya mengorek dan memberitakan
segala kehidupan pribadi mereka berdua. Puncaknya pada saat kamera salah satu
wartawan membentur kepala Alleia, putri Ariel, yang saat itu digendongnya.
Pemojokan dan kekesalan itulah yang menjadi latar-belakang Luna untuk melakukan
aksi konyol tersebut. Dia melampiaskannya melalui status Twitter yang
sebenarnya tidak pantas dia lakukan sebagai seorang public figure.
Hal tersebut sebenarnya tidak akan
terjadi kalau saja Luna maya think before
posting. Seharusnya ia memikirkan segala dampak negatif yang akan ia terima
jika ia melakukan hal tersebut. Bersikap tenang dan sabar adalah hal yang
paling penting dalam menangani
pemberitaan wartawan yang sudah terlalu berlebihan, bukannya membalasnya
dengan kata-kata yang tidak bermoral. Memposting status hinaan kepada pihak
lain bukanlah solusi yang tepat, justru semakin menambah masalah sebab semua
pengguna media social (dalam hal ini twitter) dapat kapan saja meng-capture
status tersebut dan menyimpannya sebagai barang bukti untuk mempermudah proses
pelaporan terhadap pihak yang berwajib.
Oleh sebab itu, jadilah pengguna
yang cerdas di dunia maya. Selalu berperilaku sopan dan tidak memposting
hal-hal yang nantinya akan memancing hal negatif dari berbagai pihak. Jangan
pernah membalas aksi pelaku cyberbullying dengan cyberbullying juga,
bersikaplah lebih tenang.